I.
PENGERTIAN DASAR HUBUNGAN INDUSTRIAL
PANCASILA
sebelum kita membahas
teori hubungan industrial pancasilakita lebih baik menjelaskan pihak pihak yang
saling berkitan dalam hubungan industrial ini, yaitu :
1. Pekerja
(Buruh/Labour)
Secara
defenitif “buruh” dapat diartikan orang yang bekerja di bawah perintah orang
lain, dengan menerima upah karena dia melakukan pekerjaan di perusahaan.
Sedangkan
istilah “pekerja” sangat luas, yaitu setiap orang yang melakukan pekerjaan,
baik dalam hubungan pekerjaan maupun di luar hubungan pekerjaan .bisa juga
disebet dengan “karyawan”
2. Pengusaha
(Majikan)
Istilah
“pegusaha” digunakan untuk mengganti istilah “majikan”. Sangat sederhana karena
karena majikan menceritakan langsung tentang kedudukannya. Secara defenitif
pengusaha adalah seseorang yang dengan bebas mempekerjakan orang lain dengan
memberi upah untuk bekerja pada perusahaannya.
3. Serikat
Pekerja (Serikat buruh/labour union)
Istilah
serikat pekerja adalah penggabungan antara pekerja dan pengusaha. Serikat
pekerja merupakan serikat atau asosiasi para pekerja untuk jangka waktu yang
panjang dan berlangsung terus menerus dibentuk dan diselenggarakan dengan
tujuan memajukan atau mengembangkan kerja sama dan tanggung jawab bersama baik
antara para pekerja maupun antara pekerja dengan pengusaha.
4. Asosiasi
Pengusaha Indonesia
Asosiasi
Pengusaha Indonesia merupakan organisasi para pengusaha Indonesia, atau
disingkat APINDO. Berdiri pada 31 Januari 1952. APINDO adalah suatu wadah
kesatuan para pengusaha yang ikut serta untuk mewujudkan kesejahteraan sosial
dalam usaha melalui kerja sama yang terpadu serasi antara pemerintah, pengusaha
dan pekerja.
Hubungan
industrial pancasila adalah hubungan antara para pelaku dalam proses produksi
barang dan jasa ( pekerja, pengusaha dan pemerintah) didasarkan atas nilai yang
merupakan manifestasi dari keseluruhan sila-sila dari pancasila dan
undang-undang dasar 1945 yang tumbyh dan berkembang diatas kepribadian bangsa
dan kebudayaan nasional Indonesia.
II. KASUS GERAKAN BURUH
MEDIA
ABM – SUARA BURUH
Menolak Rencana UU Ketenagakerjaan
Versi Apindo – Kadin.Telah berkali-kali kaum pengusaha berusaha merevisi UU no.13 tahun 2003 karena dianggap tidak sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan pasar (kehendak kaum modal) saat ini, tetapi usaha revisi tersebut selama ini masih berhasil digagalkan oleh kaum Buruh Indonesia melalui Persatuan Perjuangannya. Agenda revisi UU no.13 tahun 2003 telah dimasukkan kedalam program legislasi nasional (prolegnas) DPR tahun 2010. Kadin dan Apindo sebagai organisasi kaum pemodal telah menyiapkan draft revisi UU ketenagakerjaan tersebut, misalnya: akan menghilangkan atau setidak-tidaknya membatasi jumlah pesangon hingga 5x upah, membebaskan penggunaan sistem kerja outsourcing, kontrak pada semua jenis pekerjaan, membebaskan penggunaan tenaga kerja asing, memperkecil peran pemerintah yang ada pada mediasi dan pengawasan serta menginginkan perundingan Buruh-Pengusaha (Bipartit) sebagai mekanisme menentukan peraturan kerja, kenaikan upah dan perselisihan, dll. Yang pada intinya merubah sistem ketenagakerjaan di Indonesia menjadi flexibel (luwes) agar penghisapan hasil kerja Buruh didapatkan lebih berlipat-lipat lagi oleh para pemilik modal.
Kaum Buruh Indonesia juga berkepentingan untuk melakukan revisi terhadap UU ketenagakerjaan, sebab UU tersebut terbukti semakin membuat ketidakpastian kerja dan hilangnya kesejahteraan kaum Buruh Indonesia. Sistem kerja-kontrak dan outsourcing harus dihapuskan, karena meskipun UU no 13/2003 membatasi pelaksanaannya tetapi dalam prakteknya pengusaha melanggar batasan tersebut. Kerja pengawasan dan perlindungan oleh negara harus ditingkatkan dengan memberi sangsi pidana yang lebih berat kepada pengusaha yang melanggar undang-undang tersebut dan menghukum pidana juga kepada pegawai pemerintah yang lalai menjalankan tugas pengawasan dan perlindungan kaum Buruh, menambah jumlah pesangon agar pengusaha tidak gampang melakukan PHK, dll. Tuntutan tersebut bukan semata-mata merevisi UU ketenagakerjaan saat ini tetapi pemerintah harus membuat UU Perlindungan Buruh, sejatinya posisi Buruh tidak-lah berimbang dengan pengusaha sehingga pemerintah HARUS berpihak kepada kaum Buruh.
MENOLAK PERDAGANGAN BEBAS.
Pelaksanaan perdagangan bebas sebenarnya bukan-lah didasarkan kepada dorongan kebutuhan dalam negeri seperti Indonesia tetapi hal tersebut adalah keputusan dari pemilik modal dari negara maju yang menggunakan organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sebagai alat untuk membuka kebebasan bagi penanaman modal, perdagangan barang dan jasa di seluruh dunia, sehingga para pemilik modal di dunia maju dapat mengeruk kekayaan alam diseluruh dunia dan memperdagangkan barang miliknya diseluruh dunia tanpa ada lagi hambatan hukum dan pajak. Indonesia telah melakukan perjanjian perdagangan bebas dengan lebih dari 20 negara, yang terkini adalah pelaksanaan perdangan bebas ASEAN-China, dan keseluruh pelaksanaan perdagangan bebas tersebut makin menghancurkan industri kita yang berdampak pada semakin banyaknya Buruh yang PHK saat ini. Perdagangan bebas hanya akan memberikan kebebasan pemilik modal untuk menghisap sumber daya alam kita yang sangat kayak, menghisap kerja para pekerja Indonesia dengan upah murah dan menjadikan Rakyat Indonesia sebagai konsumen barang-barang pengusaha yang hasil merampok karya kerja Buruh. Hanya pemerintah dan partai-partai politik berpikiran TIDAK WARAS yang membiarkan perdangan bebas itu terlaksana dan kita TIDAK membutuhkan mereka. Program kerjasama antar negara (internasional) yang saling mendukung terpenuhinya kebutuhan Rakyat masing-masing negara yang saat ini kita butuhkan dan hal tersebut hanya dapat dilakukan oleh negara yang kekuasaannya dikontrol oleh kelas Pekerjanya, bukan negara kapitalis seperti Indonesia saat ini.
JAMINAN SOSIAL BERKUALITAS BAGI SELURUH RAKYAT.
Pemerintah telah lama lalai melakukan perlindungan kehidupan Rakyatnya dan semakin mengabaikan peran perlindungan saat semakin menggilanya sistem kapitalisme di Indonesia, karena sistem kapitalisme MENGHARAMKAN SUBSIDI kepada Rakyat. Jaminan sosial sejatinya adalah hak Rakyat yang dijamin oleh konstitusi bukan bentuk kebaikan oleh sebuah rezim berkuasa, maka tidak terlaksananya UU no.40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah bentuk pelanggaran konstitusi oleh rezim SBY-JK, SBY-Budiono dan partai-partai politik DPR. Sesungguhnya UU no.40 tahun 2004 masih belum memberikan perlindungan social yang optimal kepada Rakyat Indonesia, karena hanya pekerja formal (PNS, TNI, Polri, Buruh) yang mendapatkan jaminan social: kematian, kecelakaan kerja, jaminan hari tua, kesehatan dan pension (khusus TNI, Polri dan PNS), sedangkan Rakyat Indonesia lainnya yaitu Rakyat fakir miskin, yang jika bersandar pada standard BPS (penghasil dibawah US$1 per-hari) tahun 2009 adalah sebanyak 32.53 juta orang (14.15 %), maka akan terdapat 150 juta orang yang masih tidak mendapat jaminan social kesehatan. Padahal sejatinya Rakyat Indonesia tersebut juga hidup miskin dinegeri yang kaya raya. Selain Rakyat penerima jaminan social yang masih sangat sedikit, program jaminan social yang didapatkan juga masih terbatas. Kita harus memaksa Negara memberikan jaminan social kepada SELURUH RAKYAT INDONESIA juga pada program jaminan social: pendidikan gratis hingga perguruan tinggi, perumahan yang manusiawi, pendapatan tetap pada penduduk dewasa, sehingga UU no.40/2004 tersebut harus direvisi dan penyelenggaraannya harus oleh badan khusus jaminan social (badan wali amanah) yang tidak berbentuk BUMN maupun badan komersil lainnya. Hanya manusia yang tidak berakal sehat yang menolak memberikan jaminan social kepada Rakyatnya dan manusia seperti itu tidak layak menjadi pemimpin negeri ini.
III. TEORI SERIKAT BURUH
Serikat Pekerjaan atau
Buruh adalah organisasi yg dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerjaan atau buruh baik diperusahaan maupun diluar
perusahaan, yg bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan
bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan
kepentingan pekerja atau buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja atau
buruh dan keluarganya. Terkait dengan
kehadiran serikat buruh, muncul berbagai teori yang dibangun berdasarkan
beberapa pandangan. Teori tersebut diantaranya,
1.
Teori Kemakmuran Umum
Kebanyakan anggota pimpinan serikat buruh
beranggapan bahwa apa yang baik bagi serikat buruh, baik pula bagi bangsa. Upah
tinggi yang diperjuangkan oleh serikat buruh merupakan sumber tenaga beli yang
mendorong dan memperkuat pertumbuhan ekonomi. Tuntutan jaminan sosial dan
kesehatan oleh serikat-serikat buruh dipandang sebagai suatu tuntutan yang akan
memberi manfaat bagi mereka yang berada di luar serikat buruh. Terhadap
pendapat tersebut, dilancarkan kecaman bahwa serikat buruh bertanggungjawab
atas : WAGE PUSH INFLATION, upah tinggi cenderung menaikkan inflasi.
2. Teori
Labour Marketing
Menurut teori ini, kebanyakan kondisi di
tempat buruh bekerja ditentukan oleh kekuatan dan pengaruh buruh di pasar
dengan tenaga kerja. Serikat buruh menganggap dirinya sebagai economic agent di pasar-pasar tenaga
kerja. Apabila persediaan tenaga kerja lebih besar daripada permintaan akan
tenaga kerja, harga tenaga kerja menjadi murah/rendah. Maka supaya tidak
merosot harus diadakan keseimbangan.
3. Teori Produktivitas
Menurut teori ini, upah ditentukan oleh
produktivitas karyawan. Maka produktivitas yang lebih tinggi harus memperoleh
upaya yang lebih tinggi pula.
4. Teori Bargainning
Menurut teori bargainning modern, baik
karyawan maupun majikan memasuki pasar tenaga kerja tanpa harga permintaan atau
penawaran yang pasti. Tetapi ada batas harga permintaan atau penawaran
tertinggi dan terendah. Dalam batas-batas harga tersebut, tingkat upah
ditentukan oleh kekuatan bargainning kedua belah pihak.
5. Oposisi
Loyal terhadap Manajemen
Teori ini tidak menyarankan serikat buruh
menjadi manajer atau serikat buruh membantu majikan dalam tugas mereka sebagai
manajer, akan tetapi teori ini menganjurkan serikat buruh menolak tanggung
jawab atas manajemen.
IV.
PERKEMBANGAN
TANGGUNG JAWAB dan WEWENANG SERIKAT BURUH
Kehadiran serikat buruh dimaksudkan untuk menciptakan
dan mempertahankan serikat buruh yang berwenang dan kuat serta dapat mewakili
anggotanya dan melaksanakan persetujuan yang telah dicapai dengan pihak
terkait. Untuk dapat melakukan tindakan yang efektif, serikat buruh harus
bertindak tegas mengenai hak dan kewajiban anggotanya. Melihat perkembangan
teori perburuhan maka ada beberapa cara yang ditempuh oleh serikat buruh dalam
meraih pengakuan dari majikan mereka. Diantaranya adalah dengan melakukan
protes secara teorganisir. Selain itu serikat buruh juga melakukan kontrol
disiplin di internal mereka. Perkembangan tanggungjawab dan wewenang buruh bila
dilihat secara teoritis terbagi atas tiga yakni Union Security,
sarana serikat buruh menghadapi majikan dan Internal Control and
Diciplene.
1. Union
Security
a. Anti
Union Shop
Serikat
buruh sama sekali tidak diakui. Perusahaan menolak untuk memberikan kerja
kepada anggota serikat buruh.
b. Open
Shop
Majikan
masih tetap tidak mengakui serikat buruh sebagai wakil pada buruh. Majikan
langsung berurusan dengan para buruh secara individual.
c. Exclusive
Bargainning Agent
Serikat
buruh diakui sebagai satu-satunya wakil buruh. Serikat buruh bertanggung jawab
atas perundingan-perundingan yang menyangkut kondisi bagi semua karyawan,
termasuk karyawan yang tidak menjadi anggota serikat buruh.
d. Preferential
Shop
Majikan
memberi prioritas bagi buruh yang menjadi anggota serikat buruh.
e. Maintenance
of Membership
Semua
karyawan yang menjadi anggota serikat buruh pada atau setelah tanggal tertentu
harus tetap menjadi anggota selama jangka waktu persetujuan kerja.
f. Agency
Shop
Semua
karyawan harus membayar iuran kepada serikat buruh meskipun tidak menjadi
anggota serikat buruh.
g. Union
Shop
Semua
karyawan harus menjadi anggota serikat buruh. Majikan dapat mempekerjakan
orang-orang yang bukan anggota serikat buruh tetapi setelah mereka diterima
sebagai karyawan harus menjadi anggota serikat buruh.
h. Closed
Shop
Hanya
anggota serikat buruh yang dapat diterima sebagai karyawan.
i. Check
off
Majikan
memotong dari upah buruh sejumlah uang untuk disetorkan ke dalam kas serikat
buruh sebagai iuran buruh.
2. Sarana
Serikat Buruh Menghadapi Majikan
Sarana
serikat buruh menghadapi majikannya diantaranya adalah:
1. Pemogokan
a. Economic
Strike
Tindakan
pemogokan yang dipicu oleh faktor keinginan menaikkan upah.
b. Unfair
Labour Practice Strike
Tindakan
pemogokan yang dipicu oleh sikap protes atas tindakan sewenang-wenang
perusahaan. Misalnya karena ada tindakan menghalangi karyawan menjadi anggota
serikat buruh, kebijakan diskriminatif, dan lain sebagainya.
c. Smphathetics
Strikes
Tindak
pemogokan bukan karena alasan protes terhadap perusahaan sendiri, melainkan
karena dukungan atas aksi mogok buruh di perusahaan lain.
d. General
Strike
Tindak
pemogokan yang merupakan perluasan dari Sympathetics Strike karena melibatkan
seluruh atau sebagian besar anggota di dalam suatu kelompok atau wilayah
tertentu
e. Outlaw
Strike
Tindak
pemogokan yang dijalankan tanpa instruksi dari serikat buruh selaku pemegang
kuasa kebijakan
f. Flash
Strike of Quickie
Tindak
pemogokan yang didorong oleh anggota tertentu dari serikat buruh dan kadang
tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Tindakan ini termasuk pemogokan liar
g. Sit
Down Strike
Tindak
pemogokan tanpa meninggalkan tempat bekerja sehingga mereka tetap menguasai
fasilitas produksi
h. Slow
Strike
Bukan
pemogokan dalam arti sebenarnya melainkan tindakan memperlambat kecepatan kerja
untuk mengurangi efektifitas produksi.
2. Pemagaran
Tindakan
protes yang dilakukan di depan pintu masuk perusahaan dengan tujuan menyatakan
pada publik bahwa sedang terjadi perselisihan terkait buruh. Mereka
melakukannya untuk meminta dukungan publik.
Tindakan
menjadi efektif karena dapat mengakibatkan terhentinya pengangkutan dari dalam
maupun dari luar perusahaan. Berhentinya pengangkutan dapat memicu penghentian
operasi perusahaan dan berhentinya para buruh bekerja.
3. Boikot
Tindakan
protes dengan memboikot produk dari perusahaan yang sedang diboikot kepada
anggota serikat buruh melalui media-media yang tersedia.
Boikot
dapat bersifat primer atau sekunder. Bersifat primer dimaksudkan sebagai tindak
boikot pada perusahaan yang tidak mau memenuhi tuntutan serikat buruh.
Sementara bersifat sekunder berarti melibatkan pihak ketiga yang tidak terkait
langsung dengan perselisihan antara perusahaan dan buruh. Misalnya pihak pemborong
atau masyarakat umum yang biasanya menggunakan barang dari perusahaan tersebut.
3. Internal
Control and Diciplene
Dalam
kaitannya dengan penyelenggaraan hubungan industrial, serikat buruh memberi
kekuasaan kepada para pengurus serikat untuk bertindak terhadap anggotanya yang
menentang pimpinan atau menolak taat pada aturan yang disertakan dalam
perjanjian kerja. Sangsi dapat berupa denda atau pemecatan keanggotaan. Selain
itu antara majikan dan buruh dibuat suatu perjanjian kolektif. Perjanjian ini
memuat kebijakan dan praktek kerja yang telah disepakati bersama oleh kedua
pihak dalam perundingannya. Perundingan ini biasanya dimulai dengan sebuah
penjelasan tentang maksud diadakannya perjanjian. Dalam perjanjian ini terdapat
beberapa klausula yang biasanya pula disertakan. Meliputi masalah upah dan
gaji, jam kerja, jaminan sosial, pengakuan terhadap serikat buruh, dan lain-lain.
Beberapa
dasar yang dipakai sebagai rujukan kehadiran serikat buruh antara lain,
1.Undang-undang
Dasar Negara RI Th. 1945
2.Piagam
PBB tentang Hak2 azazi manusia Pasal 20 (ayat 1) dan pasal 23 (ayat 4)
3.UU No. 18 th. 1956 tentang Ratifikasi
Konvensi ILO No. 98 mengenai Hak berorganisasi dan Berunding bersama
4.KePres
No. 23 th. 1998 tentang Pengesahan Konvensi ILO NO. 87 tentang kebabasan berserikat dan perlindungan hak
berorganisasi
5.KeMenaker
No. PER-201/MEN/1999 tentang Pendaftaran Serikat Pekerja 6.KepMenaker No.
PER-16/MEN/2000 tentang tata cara Pendaftaran Serikat Pekerja
7.UU
No. 21 th. 2000 tentang Serikat Pekerja (SP)
8.UU
No. 13 th. 2003 tentang Ketenagakerjaan
9.UU
No. 2 th. 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI)
10.Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Serikat Pekerja yg
bersangkutan.
Sumber:
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/hub.industrial_pancasila/bab4-hubungan_industrial_pancasila.pdfhttp://hmjmusd.blogspot.com/2011/03/teori-hubungan-industrial.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar