Menegaskan Kembali Hubungan Bilateral
Australia-Indonesia
MENARIK untuk menyimak konferensi yang diadakan di Australia pada tanggal 19
hingga 21 Februari dalam rangka mempererat persahabatan dan melihat
kemungkinan-kemungkinan baru dalam hubungan bilateral Australia-Indonesia.Konferensi yang diberi tema Australia and Indonesia: Partners in a new era, akan menghadirkan menteri luar negeri kedua negara, disamping para pembicara yang kompeten.
Hubungan Indonesia dan Australia layaknya hubungan antar dua negara yang saling berdekatan selalu diwarnai dengan ups and downs (naik dan turun). Pada suatu ketika hubungan kedua negara bisa mesra dan pada masa lainnya bisa saling berhadapan.
Hubungan yang naik turun ini dapat dikata bersumber pada kebijakan pemerintah dan sikap masyarakat kedua negara. Bagi Indonesia, pergantian pimpinan di Australia berarti pergantian kebijakan. Dibawah PM John Howard, Indonesia dianggap tidak terlalu penting. Howard yang memiliki kebijakan untuk menjadikan Australia lebih ‘Barat’ tidak terlalu sensitif terhadap berbagai persoalan yang menjadi ganjalan kedua Negara.
Tidak demikian ketika Australia dibawah kepemimpinan PM Keating dan saat ini PM Kevin Rudd. Australia menganggap Indonesia sebagai negara yang penting.
Sementara bagi Australia, ganjalan terbesar untuk membangun hubungan yang lebih baik dengan Indonesia adalah sikap masyarakat Indonesia yang sangat kritis terhadap tindakan pemerintah Australia. Tindakan pemerintah Australia, terutama dibawah PM Howard, kerap diterjemahkan oleh publik di Indonesia sebagai kurang bersahabat.
Sejumlah kecil contoh antara lain adalah seperti pembakaran kapal nelayan ilegal, pemberian suaka kepada warga negara Indonesia asal Papua, bahkan perlakuan polisi negara bagian New South Wales terhadap Sutiyoso yang ketika itu menjadi Gubernur. Di sinilah letak penting konferensi yang akan diadakan.
Menilik pada agenda yang telah disiapkan, berbagai sub tema sangat relevan untuk menegaskan kemitraan yang lebih saling menguntungkan antara Australia-Indonesia.
Sub tema pertama adalah berbagai pengalaman terkait dengan tantangan yang dimunculkan oleh demokrasi. Dalam konteks ini, tentu Indonesia bisa lebih banyak menimba pengalaman dari Australia yang telah lama mempraktekkan demokrasi.
Indonesia dapat menggali pengetahuan dari Australia untuk menekan anggaran pelaksanaan demokrasi. Proses demokrasi di Indonesia telah mengakibatkan beban finansial yang sangat tinggi.
Dalam sub tema ini pengambil kebijakan di Australia dapat juga menimba pengetahuan kondisi di Indonesia pasca demokratisasi. Salah satu contoh adalah tidak dimungkinkannya Australia mengkomunikasikan sesuatu di tingkat Presiden dan mengharapkan agar apa yang dikomunikasikan tersebut dipatuhi oleh setiap lapisan birokrasi dan masyarakat.
Demokrasi telah memunculkan ketegangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemerintah Daerah tidak akan begitu mendengar, bahkan terkadang menentang, Pemerintah Pusat bila konstituen pemilih menghendaki demikian.
Selanjutnya dalam sub tema ini juga akan dibahas tentang upaya membangun kerjasama antar lembaga dan pemerintah daerah antar kedua negara. Tantangan bagi kedua pemerintah pusat adalah bagaimana upaya memfasilitasi agar terjadi kerjasama di tingkat pemerintah daerah dan kelembagaan, seperti legislatif dan yudikatif.
Dalam proses saling belajar ini, tentu cara 'menggurui' ataupun mendikte perlu dihindari. Menggurui justru akan berdampak negatif pada kemitraan baru yang hendak dibangun.
Sub tema lain yang tidak kalah penting adalah kerjasama di sektor ekonomi dan bisnis. Penting karena menjadi tantangan bagi kedua negara untuk saling bekerjasama pada sektor ini dalam rangka menghadapi krisis keuangan global.
Isu utama adalah bagaimana kedua pemerintahan dapat memberi insentif dan membuka peluang kepada para pelaku bisnis. Upaya ini diharapkan berdampak pada peningkatan volume perdagangan antar kedua negara, volume investasi, termasuk di dalamnya bidang pertambangan, bahkan meningkatkan kunjungan kepariwisataan.
Namun satu hal yang perlu diingat oleh pemerintah Indonesia yaitu pemerintah perlu mendengar dari publik Indonesia tentang apa yang diinginkan dan bisa dilakukan. Jangan sampai pemerintah membuat komitmen dengan pemerintah Australia yang sebenarnya tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki publik Indonesia. Ini akan berakibat pada tidak jalannya komitmen yang telah dibuat.
Masalah lingkungan hidup turut menjadi perhatian dalam konferensi ini. Lingkungan hidup yang memang tidak mengenal batas (borderless) menjadi perhatian dua negara. Baru-baru ini kebakaran yang meluas di Victoria menunjukkan bahwa sesiap apapun suatu negara, dampak bencana bisa tidak tertangani secara sempurna. Uluran internasional sangat diharapkan. Suatu pelajaran yang diyakini oleh Indonesia dari sejumlah bencana alam, termasuk Tsunami.
Di sini kerjasama antar negara sangat dibutuhkan dan tindakan preventif harus menjadi prioritas.
Terakhir, sub tema yang diusung adalah saling pengertian antar warga negara atau people to people relations. Saling pengertian antar warga negara penting karena dalam hubungan antar negara adalah segalanya pada negara yang demokratis.
Hubungan antar negara bisa terganjal karena antar warga negara telah terdapat stigma atau prejudices. Untuk itu dari waktu ke waktu persepsi warga negara harus terus menjadi perhatian.
Saling pengertian antar warga negara bisa terfasilitasi bila masing-masing kedutaan besar dapat melakukan promosi dan menjalin hubungan yang erat dengan warga setempat. Kedua pemerintahan harus sensitif pada kondisi masing-masing masyarakatnya. Tidak memahami kondisi masyarakat dapat berakibat fatal dalam memperkokoh hubungan kedua negara.
Dalam konteks ini, kemampuan pemerintah untuk melokalisasi permasalahan juga penting. Hal ini mengingat sejumlah masalah yang mengganjal hubungan antar negara bisa selalu muncul kapan saja. Bagaimana masalah tersebut dilokalisasi sehingga tidak mengundang antipati publik. Ini yang menjadi batu ujian bagi hubungan bilateral Indonesia-Australia.
Konferensi ini menjadi penting dalam rangka mengukuhkan hubungan bilateral Indonesia-Australia. Tantangan dari konferensi ini adalah bagaimana melakukan berbagai tindak lanjut (follow up) dari berbagai ide baik yang muncul. Kedua negara harus tidak puas dengan sekedar menyelenggarakan konferensi.
PM Singapura berkunjung ke Indonesia bahas hubungan
bilateral
Singapura (ANTARA News/Xinhua-0ANA)
- Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong mengunjungi Indonesia untuk bertemu
dengan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono di Bogor, Selasa, kata
Kementerian Luar Negeri.
Kedua pemimpin akan meninjau kemajuan dalam hubungan bilateral sejak pertemuan terakhir mereka pada ASEAN Retreat 2010, termasuk untuk memperbarui kelompok kerja ekonomi enam dan kelompok kerja kontra-terorisme yang dibentuk di pertemuan Retreat terakhir, katanya dalam satu pernyataan, Senin.
Kelompok-kelompok kerja ekonomi meliputi bidang-bidang seperti investasi, pariwisata, konektivitas udara dan tenaga kerja.
Dalam pertemuan tersebut, para pemimpin akan mencari cara untuk memperluas kerja sama, serta bertukar pandangan mengenai perkembangan regional dan internasional.
Lee didampingi oleh tim tingkat tinggi termasuk Menteri Perdagangan dan Industri Lim Hng Kiang, Menteri Luar Negeri dan Hukum K. Shanmugam, Pejabat Menteri Pengembangan Masyarakat, Pemuda dan Olahraga Chan Chun Sing, Menteri Pertahanan Ng Eng Hen, Menteri Kesehatan Gan Kim Yong, dan Menteri Senior Negara untuk Informasi, Komunikasi, Seni dan Lingkungan serta Sumber Daya Air Rahmat Fu.
Kedua pemimpin akan meninjau kemajuan dalam hubungan bilateral sejak pertemuan terakhir mereka pada ASEAN Retreat 2010, termasuk untuk memperbarui kelompok kerja ekonomi enam dan kelompok kerja kontra-terorisme yang dibentuk di pertemuan Retreat terakhir, katanya dalam satu pernyataan, Senin.
Kelompok-kelompok kerja ekonomi meliputi bidang-bidang seperti investasi, pariwisata, konektivitas udara dan tenaga kerja.
Dalam pertemuan tersebut, para pemimpin akan mencari cara untuk memperluas kerja sama, serta bertukar pandangan mengenai perkembangan regional dan internasional.
Lee didampingi oleh tim tingkat tinggi termasuk Menteri Perdagangan dan Industri Lim Hng Kiang, Menteri Luar Negeri dan Hukum K. Shanmugam, Pejabat Menteri Pengembangan Masyarakat, Pemuda dan Olahraga Chan Chun Sing, Menteri Pertahanan Ng Eng Hen, Menteri Kesehatan Gan Kim Yong, dan Menteri Senior Negara untuk Informasi, Komunikasi, Seni dan Lingkungan serta Sumber Daya Air Rahmat Fu.
PERKEMBANGAN HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA-SINGAPURA
Politik
Sejak
tampilnya pemerintahan baru di Indonesia dan Singapura pada semester ke-2 tahun
2004, hubungan bilateral Indonesia-Singapura mengindikasikan perkembangan yang
lebih positif dan konstruktif. Saling kunjung antar Kepala Pemerintahan kedua
negara dan pejabat tinggi lainnya juga menunjukkan peningkatan yang signifikan.
Indikasi positif ini juga telah mendorong pengembangan sektor-sektor kerjasama
baru yang saling menguntungkan dan kemajuan upaya penyelesaian outstanding
issues. Pernyataan PM Lee Hsien Loong di Parlemen pada 19 Januari 2005 dan
pernyataan Menlu George Yeo di Parlemen pada 18 Januari 2005, 17 Oktober 2005
dan 2 Maret 2006 mengindikasikan pentingnya kedudukan Indonesia bagi Singapura
dan kemajuan dalam hubungan bilateral Indonesia-Singapura, khususnya menyangkut
upaya penyelesaian outstanding issues.
Pada
pertemuan informal Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan PM Singapura Lee Hsien
Loong di Bali, 3-4 Oktober 2005 memenuhi usulan PM Singapura, kedua
kepala pemerintahan ini sepakat memparalelkan perundingan 3 perjanjian
kerjasama yaitu perjanjian kerjasama pertahanan, perjanjian ekstradisi dan
perjanjian counter-terrorism.
Kunjungan
kenegaraan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono ke Singapura 15-16 Pebruari
2005, kunjungan kerja Presiden RI ke Singapura pada 6-7 Agustus 2006 dan
pertemuan informal Presiden RI dengan PM Lee Hsien Loong di sela-sela Pertemuan
Tahunan Forbes Global CEO Conference ke-6 di Singapura pada 4 September 2006
telah memantapkan pengertian bersama kedua negara untuk mengembangkan jalinan
hubungan bilateral dengan spektrum elemen substansi seluas mungkin, sementara
secara simultan memajukan pembicaraan mengenai penyelesaian berbagai
outstanding issues. Peran menonjol Pemerintah dan masyarakat Singapura dalam
memberikan bantuan kemanusiaan kepada korban bencana alam gempa bumi dan
Tsunami di Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam Aceh pada 26 Desember 2004,
bencana gempa dasar laut di dekat Pulau Nias dan Pulau Simeleu Maret 2005,
bencana gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah dan tsunami di Pangandaran
2006 tersebut telah berpengaruh positif terhadap persepsi publik tertentu
Indonesia terhadap Singapura, dan merupakan faktor positif lain bagi
perkembangan hubungan baik kedua negara.
Ekonomi
1. Hubungan Ekonomi Bilateral
Pada
dasarnya kedua negara memiliki tingkat komplementaritas ekonomi yang tinggi. Di
satu sisi, Singapura mempunyai keunggulan di sektor knowledge, networking,
financial resources dan technological advance. Sementara Indonesia memiliki
sumber daya alam dan mineral yang melimpah serta tersedianya tenaga kerja yang
kompetitif.
Sebagai
negara yang wilayahnya kecil, pasar domestiknya sangat terbatas dan sumber daya
alamnya langka, Singapura sangat menggantungkan perekonomiannya pada
perdagangan luar negeri. Oleh karena itu pula Singapura sangat berkepentingan
terhadap sistem perdagangan internasional yang terbuka dan bebas di bawah
naungan WTO. Guna mengamankan kepentingannya, Singapura tidak hanya
mengandalkan pada proses negosiasi multilateral, sejak 1999 Singapura telah
mulai menjajagi bentuk-bentuk pengaturan perdagangan bilateral. Belakangan
dengan tersendatnya proses negosiasi di WTO, Singapura semakin gencar menempuh
langkah-langkah bilateral dan regional yang diyakini dapat mengakselerasi
proses liberalisasi perdagangan dan memperkuat sistem perdagangan multilateral.
Pada dasarnya hubungan bilateral
Indonesia-Singapura memiliki fondasi yang sangat kuat yang dibuktikan dengan
telah ditandatanganinya berbagai Kesepakatan ataupun Perjanjian antara kedua
negara. Selain itu, untuk fondasi kerjasama ekonomi khususnya antara Singapura
dengan Batam dan Riau, kedua negara memiliki Legal Framework yang kokoh dengan
ditandatanganinya beberapa Persetujuan antara lain:
- Basic Agreement on Economic and Technical Cooperation yang ditandatangani di Singapura 29 Agustus 1974;
- Perjanjian Kerjasama Ekonomi dan Teknik RI-Singapura (1977);
- Perjanjian Kerjasama Ekonomi dan Teknik untuk Pengembangan Pulau Batam (31 Oktober 1980);
- Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda/P3B (1990);
- Persetujuan Kerjasama Ekonomi dalam rangka Pengembangan Propinsi Riau (28 Agustus 1990);
- Perjanjian Peningkatan dan Perlindungan Penanaman Modal (P4M/IGA) ditandatangani pada 16 Februari 2005. Indonesia meratifikasi pada Februari 2006;
- Framework Agreement on Economic Cooperation in the Island of Batam, Bintan and Karimun (SEZ’s), 25 Juni 2006.
Pemberdayaan
sektor swasta juga sudah kembali meningkat yang ditandai dengan cukup tingginya
kegiatan kunjungan antara para pelaku usaha kedua negara. Sebagai hasilnya,
semakin meningkatnya transaksi perdagangan dan investasi kedua negara. Sesuai
dengan data dari International Enterprise Singapore Indonesia merupakan mitra
dagang terbesar ke-5 Singapura dengan total nilai perdagangan mencapai S$ 54
milyar (2005) yang mengalami peningkatan cukup signifikan dibandingkan tahun
2004 yang mencapai nilai S$ 30,1 milyar. Ekspor Indonesia ke Singapura mencapai
S$ 16,4 milyar sementara impornya mencapai S$ 13,7 milyar.
2. Perdagangan
Hubungan
dan kerjasama bilateral Singapura – Indonesia dibidang ekonomi, perdagangan dan
investasi sepanjang enam bulan pertama 2006 tidak sebaik tahun sebelumnya.
Ekspor Singapura-Indonesia pada Kuartal II/2006, menurut IE Singapore, mencapai
S$ 2,7 juta sementara pada Kuartal I/2006 mencapai S$ 2,9 juta setelah tahun
2005 mencapai 11.95 juta. Penurunan yang mencapai 1,4% dari Kuartal I/2006 dan
hampir 18% jika dibandingkan tahun 2005 ini menurut IE Singapore disebabkan
oleh lemahnya ekspor produk elektronik dan non-elektronik.
Ekspor
produk elektronik ke Indonesia pada Kuartal I/2006 tumbuh hanya 1,4% dibanding
2005 yang mencapai 9,3%. Lemahnya ekspor ini merupakan dampak dari menurunnya
penjualan consumer electronics (- 25%) dan parts of PCs (- 14%). Sedangkan
penurunan ekspor non-elektronik yang hanya tumbuh 1,3% pada Kuartal I/2006 dari
22% pada 2005 adalah dampak dari rendahnya ekspor power machinery (- 57%).
Sedangkan ekspor Indonesia ke Singapura menurut BPS, pada 2004 mencapai S$16.4
juta, sementara importnya mencapai S$13.7 juta. Tiga produk utama penyumbang
pertumbuhan tersebut masing-masing adalah machinery & equipment, S$5,498
Juta, mineral Fuels, S$ 3,360 Juta, serta Chemicals, 1,681 juta. Sementara
Impor Singapura-Indonesia pada 2005 mencapai S$12,989 juta. Impor utama
Singapura dari Indonesia pada tahun 2005 meliputi peralatan kantor dan
alat-alat data processing, produk petroleum refinery, dan mesin-mesin data
processing. Sementara ekspor utama Singapura ke Indonesia pada tahun yang sama
meliputi produk petroleum, electrical machinery, dan peralatan perkantoran dan
data processing.
Neraca
perdagangan antara Indonesia-Singapura selama 5 tahun terakhir (2001-2005)
menunjukkan posisi surplus bagi Indonesia pada 2001,2002, 2003, sedangkan pada
tahun 2004 dan 2005 Indonesia mengalami defisit masing-masing sebesar US$
84,87 juta dan US$ 1,63 milyar (meningkat sebesar 1,826,78%). Defisit terjadi
akibat impor migas yang besar dari Singapura ke Indonesia pada dua tahun
terakhir. Pada 2004 defisit perdagangan migas sebesar US$ 2,95 milyar dan pada
2005 tercatat sebesar US$ 5,77 milyar. Dalam perdagangan non-migas (2001-2005)
Indonesia tetap surplus. Pada 2005 Indonesia mencatat surplus sebesar US$ 4,13
milyar sedangkan tahun 2004 tercatat surplus sebesar US$ 2,86 milyar. Pada
tahun 2006 (Januari - Maret) perdagangan Indonesia defisit sebesar US$ -67,9
juta. Defisit disebabkan perdagangan migas tahun 2005 defisit US$ -5,7
milyar, sedangkan non-migas masih mencatat surplus sebesar US$ 4,1 milyar.
Ekspor
Indonesia ke Singapura pada 2005 sebesar US$ 7,83 milyar, meningkat 30,64%
dibandingkan dengan ekspor pada 2004 sebesar US$ 6.0 milyar (ekspor non-migas
pada 2005 sebesar US$. 7,07 milyar, meningkat 31,13% dibandingkan ekspor
non-migas 2004 sebesar US$ 5,39 milyar). Pada tahun 2006 (Januari-Maret)
nilai ekspor tercatat sebesar sebesar US$ 1,9 milyar naik sebesar 9,9 %
dibandingkan periode yang sama tahun 2005 tercatat sebesar US$ 1,7 milyar.
Ekspor non-migas sebesar US$ 5,3 milyar dan ekspor migas sebesar US$
607,2 juta.
Impor
Indonesia dari Singapura pada 2005 sebesar US$ 9,47 milyar, naik 55,7%
dibandingkan 2004 sebesar US$ 6,08 milyar Impor non-migas tahun 2005
sebesar US$. 2,94 milyar, meningkat sebesar 16,2% dibandingkan 2004 sebesar US$
2,53 milyar. Impor migas pada 2005 sebesar US$ 6,53 milyar, naik 83,77% dibandingkan
impor 2004 sebesar US$ 3,55 milyar. Pada tahun 2006 (Januari-Maret) nilai impor
tercatat sebesar sebesar US$ 2 milyar naik sebesar 8,9% dibandingkan
periode yang sama tahun 2005 tercatat sebesar US$ 1,8 milyar. Impor migas
sebesar US$ 6,5 milyar dan impor non-migas US$ 2,9 milyar.
Data
Re-Ekspor Singapura- Indonesia: menurut “Statlink” Indonesia merupakan
negara mitra dagang kelima terbesar bagi Singapura. Re-ekspor Singapura-Indonesia
tahun 2004 tercatat sebesar US$ 18,44 dan pada tahun 2005 tercatat sebesar US$
20,42 milyar.
3. Investasi
Indonesia telah
menandatangani Investment Guarantee Agreement / IGA dengan Singapura pada
tanggal 16 Pebruari 2005. Pada 1 Februari 2006 Pemerintah Indonesia telah
meratifikasi perjanjian tersebut.
Dalam periode 2000-2004 (lima tahun) investasi Singapura di Indonesia sebesar US$ 6,4 milyar pada 868 proyek. Apabila dihitung secara persetujuan kumulatif (cummulative approvals) dari 1967 s/d Februari 2005 tercatat sebesar US$ 24,58 milyar dan menempati posisi ketiga besar, di bawah Jepang dan Inggeris. Dalam tahun 2005 (Januari-Desember) investor Singapura telah menanamkam modalnya sebesar US$ 3,69 milyar sekitar sepertiga dari total PMA (FDI) tahun 2005 dan merupakan investor pada peringkat pertama
Menurut data BKPM Singapura menempati urutan teratas dengan nilai investasi mencapai US $ 806 juta (per 1 Januari – 30 Juni 2006) Meskipun lebih menyukai investasi bersifat “portofolio”, Singapura berhasil menggeser posisi Jepang yang sebelumnya merupakan investor terbesar di Indonesia. Investasi Singapura di Indonesia lebih banyak tersebar di wilayah Batam, Bintan dan Riau, namun Singapura juga memiliki kerjasama yang erat dengan berbagai propinsi di Sumatera.
Dalam periode 2000-2004 (lima tahun) investasi Singapura di Indonesia sebesar US$ 6,4 milyar pada 868 proyek. Apabila dihitung secara persetujuan kumulatif (cummulative approvals) dari 1967 s/d Februari 2005 tercatat sebesar US$ 24,58 milyar dan menempati posisi ketiga besar, di bawah Jepang dan Inggeris. Dalam tahun 2005 (Januari-Desember) investor Singapura telah menanamkam modalnya sebesar US$ 3,69 milyar sekitar sepertiga dari total PMA (FDI) tahun 2005 dan merupakan investor pada peringkat pertama
Menurut data BKPM Singapura menempati urutan teratas dengan nilai investasi mencapai US $ 806 juta (per 1 Januari – 30 Juni 2006) Meskipun lebih menyukai investasi bersifat “portofolio”, Singapura berhasil menggeser posisi Jepang yang sebelumnya merupakan investor terbesar di Indonesia. Investasi Singapura di Indonesia lebih banyak tersebar di wilayah Batam, Bintan dan Riau, namun Singapura juga memiliki kerjasama yang erat dengan berbagai propinsi di Sumatera.
4. Tenaga Kerja Indonesia
Tenaga
kerja Indonesia di Singapura sebagian besar masih tergolong pada unskilled
labor yaitu Penata Laksana Rumah Tangga, dengan perkiraan jumlah mencapai
sekitar 50.000 orang. Meskipun Singapura masih ketergantungan pada tenaga kerja
asing (TKA) mengingat relatif kecilnya jumlah penduduk dan jumlah angkatan
kerja, namun tenaga skilled ataupun semi-skilled dari Indonesia masih belum
dapat memanfaatkan peluang-peluang yang cukup besar di Singapura. Pemerintah
Singapura masih lebih mengutamakan tenaga kerja kasar (unskilled labor) dari
Malaysia, Bangladesh, China, India, yang notabene merupakan bagian dari
struktur penduduk Singapura.
Upaya
KBRI Singapura selama ini untuk mendatangkan tenaga kerja terampil bekerja di
Singapura telah mencapai tahap realisasi dengan tibanya 14 (empat belas) tenaga
perawat Indonesia di Singapura pada November 2002 untuk bekerja di rumah sakit
Gleneagles, Mount Elizabeth serta East Shore. Ke-14 perawat tersebut berhasil
melalui ujian tertulis, wawancara serta pemeriksaan kesehatan yang dilakukan
oleh Singapore Nursing Board (SNB) dan Parkway Group Healthcare. Periode
percobaan akan berlangsung selama 3 bulan dan dapat diperpanjang untuk 3 bulan
berikutnya. Sejauh ini, tanggapan pihak rumah sakit maupun SNB mengenai ke-14
tenaga perawat tersebut sangat positif.
Sementara
para pekerja magang Indonesia di bidang hotel dan restoran masih terus
berjalan. Perkembangan jumlahnya tidak terlalu fluktuatif dan pada tahun 2004
berjumlah sekitar 500 orang. Pendataan mengenai jumlah pekerja magang Indonesia
di Singapura belum dapat dilakukan secara akurat mengingat tidak semua agen
penyalurnya mau melaporkan kedatangan para trainee tersebut, meskipun KBRI
sudah menghimbau mereka. Tidak adanya ketentuan bagi mereka untuk melaporkan
para trainee Indonesia menjadi salah satu kendala bagi penyusunan statistik
trainee yang tepat.
Upaya-upaya
lain yang telah dijajaki antara lain adalah kemungkinan pekerja di sektor jasa
kesehatan (radiolog dan healthcare assistant), operator alat-alat berat di
bidang konstruksi, mekanik serta arsitek.
Fungsi Sosial & Budaya
1. Perbaikan Citra
Dalam
upaya meningkatkan citra Indonesia di Singapura, KBRI Singapura pada 2006 secara
berkala telah melakukan pendekatan dan penggalangan terhadap media massa,
termasuk redaktur, wartawan dan kalangan pers pada umumnya. KBRI Singapura
senantiasa melakukan pembinaan dan menjalin hubungan dengan media setempat
secara konsisten, baik melalui pertemuan formal maupun informal. Pembinaan
tersebut dimaksudkan untuk mengajak media Singapura untuk turut membangun image
positif mengenai Indonesia serta hubungan Indonesia – Singapura sehingga
tercipta pemahaman masyarakat yang obyektif. Kepala Perwakilan RI juga
senantiasa memenuhi undangan untuk wawancara langsung, baik di TV, Radio dan
media cetak mengenai berbagai isu. KBRI Singapura beberapa kali juga telah
memberikan counter information terhadap berbagai pemberitaan mengenai Indonesia
yang tidak sesuai dengan kenyataannya.
Kebijakan
KBRI Singapura dalam hal memperbaiki citra Indonesia juga melibatkan masyarakat
/ pelajar Indonesia di Singapura untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan.
Salah satunya adalah KBRI telah membantu dalam upaya membentuk suatu wadah
perhimpunan mahasiswa Indonesia di Singapura yang selama ini sempat vakum.
Suatu payung organisasi mahasiswa tersebut berhasil didirikan pada Maret 2006
dengan nama Perhimpunan Pelajar Indonesia di Singapura (PPI Singapura). Keterlibatan
mahasiswa dan pemuda ataupun kelompok masyarakat lainnya dalam upaya
mempromosikan Indonesia telah banyak dilakukan secara rutin pada berbagai
kesempatan. Dalam hal ini, KBRI Singapura telah menyiapkan segala fasilitas dan
tempat latihan dan telah dimanfaatkan secara berkala.
2. Seni & Budaya
Disamping
itu juga dilakukan koordinasi sosial budaya dan kesenian untuk memperkenalkan
seni budaya Indonesia di Singapura dalam bentuk misi kesenian dan studi banding
dari Indonesia. Kegiatan ini dilakukan melalui kerjasama dengan lembaga
pendidikan, lembaga pariwisata, organisasi masyarakat dan pihak-pihak terkait
lainnya, baik yang ada di Indonesia maupun di Singapura. Dengan memfasilitasi
pembentukan Indonesia Singapore Friendship Association (ISFA), KBRI Singapura
telah membantu upaya peningkatkan kerjasama people-to-people contact di bidang
sosial dan kebudayaan antara kedua negara.
3. Pendidikan
KBRI Singapura juga
bertugas mengelola dan membina Sekolah Indonesia Singapura (SIS) yang jumlah muridnya
lebih kurang 140 orang siswa, dari tingkat Taman Kanak-kanak sampai dengan
tingkat Lanjutan Atas. Kepala Sekolah dan sebagian para guru adalah Pegawai
Negeri Sipil (PNS) Dep. Pendidikan Nasional namun sebagian guru adalah non-PNS.
Pembinaan yang dilakukan, tidak hanya terhadap Kepala Sekolah dan para guru
tetapi juga terhadap murid agar kegiatan belajar mengajar dapat terlaksana
secara baik dan benar. Disamping itu, pembinaan tersebut dimaksudkan juga agar
SIS dapat bersaing dan menjalin kerjasama dengan sekolah-sekolah lokal sehingga
perlu peningkatan kualitas pendidikan serta pengajaran. KBRI Singapura juga
telah mengesahkan pembentukan Komite Sekolah yang bertugas sebagai forum para
orang tua untuk memantau dan sekaligus memberikan masukan bagi peningkatan
kegiatan SIS. Pada tahun pertengahan 2006, beberapa guru PNS telah selesai masa
tugasnya dan pengganti mereka telah tiba.
Dalam
rangka pengembangan kerjasama di bidang pendidikan antara Indonesia dengan
Singapura, telah ditandatangani Memorandum of Understanding (MoU) pada 24 Juni
2005, yang meliputi kerjasama perguruan tinggi kedua negara (linkages antara
National University of Singapore – NUS, Nanyang Technological University – NTU,
dan Singapore Management University – SMU dengan beberapa universitas terkemuka
di Indonesia), program sekolah kembar (kegiatan bersama seperti perkemahan,
proyek dan pertukaran kunjungan), dan pelatihan bagi para pengajar.
Selain
itu, di bidang pendidikan, KBRI Singapura juga senantiasa memfasilitasi beberapa
kunjungan sekolah dan perguruan tinggi Indonesia ke Singapura untuk melakukan
studi banding dan kerjasama khususnya pelatihan dan pertukaran pelajar dan
guru.
4. Pariwisata
Di
bidang pariwisata dapat dikatakan bahwa wisatawan Singapura merupakan yang
terbanyak, yakni 1.066.461 (21,32%) dari 5 juta wistawan asing yang berkunjung
ke Indonesia pada tahun 2005. Begitupun sebaliknya, pada tahun yang sama,
jumlah wisatawan Indonesia juga merupakan yang terbanyak, yakni 1.813.444
(20,27%) dari total 8,9 juta wisatawan asing yang berkunjung ke Singapura.
Berbagai
upaya yang terus dilakukan untuk meningkatkan kunjungan wisatawan tersebut
adalah kerjasama resiprokal pembebasan visa masuk Indonesia – Singapura,
kerjasama dengan maskapai Singapore Airlines untuk mempromosikan Indonesia,
pendirian kantor cabang Singapore Tourism Board di Jakarta, pembentukan Tim
Koordinasi Kerjasama Ekonomi Sub Regional yang memiliki salah satu fungsi utama
untuk meningkatkan kerjasama dibidang pariwisata antara negara anggota ASEAN,
dan upaya KBRI Singapura bekerjasama dengan berbagai pihak guna mengundang
ketertarikan warga Singapura untuk berkunjung ke Singapura melalui travel
dialogue, misi kesenian dan road show.
Konsuler
1. Akses Konsuler
Fungsi
Konsuler menangani berbagai masalah terkait WNI dan BHI di luar negeri di
Singapura yang memerlukan bantuan kekonsuleran. Bantuan kekonsuleran tersebut
dapat diberikan melalui akses konsuler. Dengan adanya akses konsuler tersebut,
KBRI Singapura selalu menerima pemberitahuan (notification) dari Pemerintah
Singapura baik melalui Kemlu dan duty officer Kemlu di luar jam dan hari kerja
dan atau melalui instansi terkait lainnya setelah dikoordinasikan dengan Kemlu
setempat. Dengan demikian, WNI di Singapura dapat segera mendapatkan
perlindungan atau bantuan konsuler dari KBRI Singapura sebagai wakil dari
Pemerintah Indonesia di Singapura ketika masalah mereka ditangani oleh aparat
terkait di Singapura.
2. Pelayanan Publik
Dalam
aktifitas harian, Fungsi Konsuler memberikan pelayanan maksimal kepada WNI
secara terus menerus berupa bantuan hukum bagi WNI yang menghadapi masalah
hukum di Singapura, maupun bantuan lainnya seperti pelayanan dokumen kelahiran,
kematian, pernikahan, klaim asuransi, dan pindah kewarganegaraan. Khusus untuk
hal-hal darurat, KBRI Singapura dapat diakses 24 jam dan 7 hari seminggu.
Hal-hal darurat tersebut meliputi: hal-hal yang berkaitan dengan: keselamatan
jiwa, kematian WNI, dan kepentingan negara. Selain dari tiga hal tersebut,
pelayanan publik dilaksanakan dalam aktifitas normal harian dengan memanfaatkan
akses konsuler yang tersedia.
3. Kasus Berat Dengan Ancaman Hukuman Mati
Sejak
tahun 2003, KBRI Singapura telah terlibat dalam penanganan berbagai kasus berat
termasuk kasus pidana pembunuhan dengan ancaman hukuman berat (capital
punishment - pasal 302 Penal Code of Singapore) yang dilakukan oleh 7 PLRT
Indonesia (7 kasus). Dari 7 kasus tersebut, 6 kasus telah diselesaikan
sementara 1 kasus masih dalam proses persidangan.
KBRI
Singapura telah berhasil mendukung diloloskannya enam PLRT Indonesia di
Singapura yang melakukan pelanggaran Pasal 302 Code Penal Singapura yaitu
pembunuhan dengan ancaman hukuman gantung / mati. Keenam PLRT tersebut
masing-masing adalah PLRT Sundarti Supriyanto (seumur hidup), PLRT Purwanti
Parji (seumur hidup), dan PLRT Sumiyati Kariyo Dikromo (7 tahun), PLRT Juminem
(seumur hidup), PLRT Siti Aminah (7 tahun) dan PLRT Rohana (10 tahun).
PLRT
Indonesia juga tercatat sebagai korban tindak kekerasan majikan terhadap mereka
dan untuk itu mereka yang menjadi korban telah ditampung dalam shelter KBRI
oleh kepolisian setempat dengan status sebagai saksi korban.
4. Klaim Asuransi Kematian bagi WNI PLRT dan Pelaut Indonesia di
Singapura
Fungsi
Konsuler juga membantu pengurusan klaim asuransi WNI yang meninggal di
Singapura akibat kecelakaan kerja, baik dengan PLRT Indonesia sebagai korban
akibat jatuh dari gedung tinggi saat bekerja maupun pelaut yang mengalami
kecelakaan kerja saat berada di laut. KBRI juga menangani kasus-kasus kematian
PLRT Indonesia di Singapura yang disebabkan jatuh dari gedung tinggi. Selain
itu terjadi pula beberapa kasus kematian PLRT akibat tenggelam atau kecelakaan
lalu lintas.
5. Pengelolaan Penampungan PLRT Indonesia
Selain
itu, KBRI Singapura juga memberikan perlindungan bagi WNI di Singapura dengan
menyiapkan penampungan sementara / shelter bagi PLRT Indonesia di Singapura
yang memiliki permasalahan dengan pekerjaan maupun majikan dan atau hukum
setempat, seperti: gaji tidak dibayarkan, penganiayaan fisik, penganiayaan
mental, pelecehan seksual, atau hubungan yang tidak harmonis dengan majikan
yang disebabkan berbagai hal seperti tidak dapat bekerja sesuai dengan harapan
majikan, tidak mengerti bahasa/budaya, beban kerja yang berat, tidak cukup
makan dan istirahat dan hambatan pelaksanaan hak sipil lainnya.
Shelter
yang tersedia hanya diperuntukan untuk PLRT Indonesia saja. Kapasitas shelter
sekitar 60 orang dan dapat diisi penuh sampai 80 orang.
6. Konseling, Pelatihan dan Siaran Radio
Dalam penanganan
penata laksana rumah tangga (PLRT) Indonesia yang diperkirakan berjumlah 60 -
70 ribu orang, KBRI Singapura juga menyediakan saluran emergency berupa nomor
hand phone 9295 3964, sebagai bagian dari upaya untuk memberikan akses konsuler
kepada WNI khususnya TKI/PLRT Indonesia yang memerlukan bantuan alternatif
solusi atas persoalan yang mereka hadapi. KBRI Singapura juga menyediakan
kesempatan konseling bagi PLRT yang memerlukan baik pada hari kerja maupun pada
akhir pekan. Bagi PLRT yang memerlukan konseling lanjut, KBRI Singapura akan
merujukkan mereka kepada pakar terkait seperti psikolog maupun psikiater.KBRI
juga menyelenggarakan pelatihan dua mingguan bagi PLRT Indonesia di Singapura
pada minggu pertama dan ketiga, pembinaan rohani agama Islam pada minggu kedua
dan keempat, serta siaran radio interaktif pada dua stasiun radio di
Batam, pada setiap hari Rabu di minggu kedua dan keempat dengan judul
acara: “Anda Tidak Sendiri”.
Pertahanan
1. Kerjasama Pertahanan
Kerjasama
pertahanan antara Indonesia dengan Singapura sudah berlangsung cukup lama dan
berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dengan adanya Komite / Badan kerja sama
antar kedua Angkatan Bersenjata meliputi bidang-bidang operasi, bidang
pendidikan dan latihan dan bidang logistik serta kelompok kerjasama yang
dibentuk untuk menangani suatu program / proyek yang sedang dilaksanakan oleh
kedua Angkatan Bersenjata.
2. Selat Malaka
Selat
Malaka yang terletak diantara samudera India dan samudera Pasifik
merupakan salah satu jalur komunikasi dan
transportasi laut yang sangat vital, karena itu memegang peranan yang sangat
penting dan hampir 72% dari kapal tanker di dunia dan lebih dari 500 kapal
berlayar melewati selat ini setiap harinya. Karena posisinya yang sangat
strategis, maka hal ini dapat dijadikan peluang oleh beberapa kelompok untuk
memasukkan barang-barang secara illegal ke penjuru dunia dan juga menimbulkan
terjadinya perompakan laut yang sangat membahayakan kehidupan manusia. Untuk
itu, pengamanan Selat Malaka menjadi fokus perhatian Negara pantai yang pada tanggal
20 Juli 2004 di Batam diresmikan “Malsindo Trilateral Coordinated Patrol” yang
merupakan kegiatan patroli terkoordinasi tiga negara antara
Malaysia-Singapura-Indonesia.
Peresmiannya
saat itu dihadiri oleh Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, Panglima
Tentera Di Raja Malaysia General Tan Sri Zahidi dan Chief of Defence Force
Singapore LG Ng Yat Chung didampingi oleh para Kepala Staf Angkatan Laut ketiga
negara.
Pentingnya
kerjasama baik secara regional maupun internasional untuk menjaga keamanan
dunia dari ancaman serta gangguan yang tidak hanya datang dari para teroris
tetapi juga ancaman keamanan negara seperti penyelundupan manusia secara
illegal, penjualan obat-obatan terlarang, penjualan senjata api secara illegal,
money laundering serta perompakan laut. Kerjasama yang dilakukan berdasarkan
keadilan, saling menghormati, saling menguntungkan tanpa harus mengorbankan
kepentingan nasional masing-masing negara.
Dengan
adanya kegiatan ini diharapkan dapat lebih meningkatkan hubungan kerjasama
antara ketiga negara khususnya kerjasama antara TNI, ATM dan SAF serta dapat
menciptakan kestabilan, kedamaian dan kemakmuran diwilayah regional serta
keamanan dunia. Tahap pertama yang dilaksanakan adalah dengan terus menerus
melakukan komunikasi selama 24 jam antara ketiga Angkatan Laut masing-masing
negara terutama tentang lalu lintas laut yang melalui Selat Malaka maupun
Selat Singapura dan dilanjutkan dengan patroli udara tiga negara (Eyes in the
Sky / EiS).
Imigrasi
KBRI
Singapura menjalankan fungsi keimigrasian berupa pelayanan paspor bagi WNI
penduduk Singapura dan visa bagi WNA yang akan ke Indonesia, serta kerjasama
dengan counterpart yaitu Singapore Immigration & Checkpoints Authority
(ICA). Letak geografis kedua negara yang sangat berdekatan dan hubungan di
berbagai bidang terutama perdagangan, industri dan pariwisata, menyebabkan lalu
lintas orang antar kedua negara untuk berbagai keperluan juga sangat tinggi.
Jumlah
WNI penduduk Singapura diperkirakan lebih dari 100 ribu orang dengan prosentase
terbesar adalah PLRT (sekitar 60 – 70 %), selebihnya adalah Ibu rumah tangga,
karyawan, pelajar dan mahasiswa, dan manajemen atau eksekutif swasta. Pelayanan
paspor dan dokumen perjalanan bagi WNI rata-rata 1.000 per bulan, dengan
perolehan PNBP secara rata-rata hampir SGD 1 Juta per tahun.
Sedangkan
pelayanan visa bagi WNA yang akan ke Indonesia per bulan rata-rata 5.000 visa,
dengan perolehan PNBP berkisar SGD 7 Juta per tahun. Telah diberikannya
fasilitas Visa on Arrival bagi sejumlah negara, dengan kecenderungan jumlah
negara yang memperoleh fasilitas tersebut akan bertambah, berpotensi menurunnya
jumlah pelayanan visa dan juga perolehan PNBP nya.
Wilayah
Barelang, Belakang Padang, Bintan dan Karimun telah ditetapkan oleh Menteri
Kehakiman sejak 1998 sebagai wilayah khusus di bidang keimigrasian dengan
pemberian kemudahan dalam penerbitan visa oleh KBRI Singapura dan KJRI Johor
dan pemberian izin masuk di wilayah tersebut serta penggunaan teknologi smart
card dalam pemeriksaan keimigrasian bagi frequent travelers antara wilayah
tersebut dengan Singapura, dan saat ini dikembangkan dalam kerangka SEZ
(special economic zones).
Kerjasama
keimigrasian antara Indonesia dan Singapura telah terjalin cukup lama dan
secara intens terus ditingkatkan. Pada April 2006 lalu telah dilaksanakan
pertemuan antara Direktorat Jenderal Imigrasi dan Singapore Immigration &
Checkpoints Authority (ICA) yang membahas berbagai kegiatan kerjasama antar
kedua lembaga dalam berbagai aspek keimigrasian terutama menyangkut lalu lintas
orang antar kedua negara. Pada Juli 2006 telah diadakan kunjungan kerja
beberapa pejabat ICA ke Karimun, Batam dan Bintan.
Perhubungan
Pada
tanggal 23 September 2005, telah ditanda tangani MOU antara The Directorate
General of Sea Transportation (Dirjen Hubla) dan The Maritime and Port
Authority of Singapore (MPA) tentang “Cooperation on Human Resources
Development of the Government Officer in the Maritime Field”. MOU ini
dilaksanakan berdasarkan MOU terdahulu yang ditanda tangani pada tanggal 22
Februari 2001. Kerangka kerjasama dalam MOU tersebut mencakup:
- Pemberian bantuan yang saling menguntungkan dalam upaya untuk mengidentifikasi kebutuhan kemaritiman dan pengembangan serta pelaksanaan kursus-kursus termasuk program tambahan.
- Pengarahan dan Pertemuan Bilateral pegawai/pejabat setiap 6 (enam) untuk saling bertukar pandangan dan pendapat.
- Memberikan peluang dan kesempatan untuk pegawai/pejabat Dirjen Hubla untuk melaksanakan pendidikan atau short course dalam bidang maritim seperti:
* Marine Casualties and Investigation Accident.
* TOT, ISM Code, ISPS Code dan High Speed Craft
* FSI Training
* Hydrografic Survey
* Aid to navigation
* Pilot Up grading
* Ship Management
* Port Terminal, Port Economic, Port Planning dll.
Dengan
adanya MOU ini, menandakan adanya keinginan kedua Negara untuk meningkatkan dan
mempererat hubungan dan kerjasama yang telah dilakukan khususnya dalam hal
meningkatkan standar operasional secara teknis dan administrative di kedua
Negara dan masing-masing lembaga Pemerintahan. Adapun pendidikan
pejabat/pegawai di lingkungan Dirjen Hubla di MPA Singapura sampai saat ini
masih tetap berlangsung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar