Minggu, 23 Juni 2013

Tulisan softskill(kasus buruh)


KASUS PERSELISIHAN BURUH DENGAN PEKERJA
Ratusan buruh PT Megariamas Sentosa yang berlokasi di Jl Jembatan III Ruko 36 Q, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, datang sekitar pukul 12.00 WIB. Sebelum ditemui Kasudin Nakertrans Jakarta Utara, mereka menggelar orasi yang diwarnai aneka macam poster yang mengecam usaha perusahaan menahan THR mereka. Padahal THR merupakan kewajiban perusahaan sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 4 Tahun 1994 tentang THR.
Sekitar 500 buruh yang tergabung dalam Serikat Buruh Garmen Tekstil dan Sepatu-Gabungan Serikat Buruh Independen (SBGTS-GSBI) PT Megariamas Sentosa, Selasa siang ‘menyerbu’ Kantor Sudin Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Jakarta Utara di Jl Plumpang Raya, Kelurahan Semper Timur, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Mereka menuntut pemerintah mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan yang mempekerjakan mereka karena mangkir memberikan tunjangan hari raya (THR).

Demonstrasi ke Kantor Nakertrans bukan yang pertama, sebelumnya ratusan buruh ini juga mengadukan nasibnya karena perusahan bertindak sewenang-wenang pada karyawan. Bahkan ada beberapa buruh yang diberhentikan pihak perusahaan karena dinilai terlalu vokal. Akibatnya, kasus konflik antar buruh dan manajemen dilanjutkan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Karena itu, pihak manajemen mengancam tidak akan memberikan THR kepada pekerjanya. Dalam demo tersebut para buruh menuntut perusahaan untuk mendapatkan THR sesuai dengan peraturan yang berlaku. Para demonstras mengatakan “ jangan dikarenakan ada konflik internal kami tidak mendapatkan THR, karena setahu mereka perusahaan garmen tersebut tidak merugi, bahkan sebaliknya”. Sekedar diketahui ratusan buruh perusahaan garmen dengan memproduksi pakaian dalam merek Sorella, Pieree Cardine, Felahcy, dan Young Heart untuk ekspor itu telah berdiri sejak 1989 ini mempekerjakan sekitar 800 karyawan yang mayoritas perempuan.


Mengetahui hal tersebut, ratusan buruh PT Megariamas Sentosa mengadu ke kantor Sudin Nakertrans Jakarta Utara. Setelah dua jam menggelar orasi di depan halaman Sudin Nakertrans Jakarta Utara, bahkan hendak memaksa masuk ke dalam kantor. Akhirnya perwakilan buruh diterima oleh Kasudin Nakertrans, Saut Tambunan di ruang rapat kantornya. Dalam peryataannya di depan para pendemo, Sahut Tambunan berjanji akan menampung aspirasi para pengunjuk rasa dan membantu menyelesaikan permasalahan tersebut. "Pasti kami akan bantu, dan kami siap untuk menjadi fasilitator untuk menyelesaikan masalah ini," tutur Sahut. Selain itu, Sahut juga akan memanggil pengusaha agar mau memberikan THR karena itu sudah kewajiban. “Kalau memang perusahaan tersebut mengaku merugi, pihak manajemen wajib melaporkan ke pemerintah dengan bukti konkret,” kata Saut Tambunan kepada beritajakarta.com usai menggelar pertemuan dengan para perwakilan demonstrasi.

Kasus Buruh Disekap Tamparan Bagi Muhaimin Iskandar
Jumat, 10 Mei 2013 | 16:29

[JAKARTA] Praktik penyekapan dan perbudakan terhadap buruh di Kampung Bayur Opak RT 03/06, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Tangerang, beberapa hari lalu, merupakan tamparan bagi Menteri  Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar.

“Ini tamparan untuk  Muhaimin dan para pengawas ketenagakerjaan,” kata pengamat dan analis ketenagakerjaan, Prof Dr Payaman Simanjuntak, ketika ditemui di kantornya, Jumat (10/5).

Sebagaimana diberitakan, ada 34 buruh disekap di pabrik kuali di Kampung Bayur Opak RT 03/06, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Tangerang.  

Kasus ini terkuak setelah dua buruh yang bekerja di pabrik itu berhasil melarikan diri. Andi Gunawan (20) dan Junaidi (22) kabur setelah tiga bulan dipekerjakan dengan tidak layak.

Atas laporan tiga orang ini akhirnya berwajib bergerak membebaskan para buruh dan mengembalikan ke keluarga mereka masing-masing pada Sabtu (4/5) malam.

Menurut Payaman, kasus ini tidak akan terjadi kalau pihak pengawas ketenagakerjaan terutama yang berada di Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Tangerang bekerja benar.

Menurut Payaman, yang dilakukan pengawas ketenagakerjaan selama ini baik yang berada di Dinas Kabupaten, Provinsi maupun di Kemnakertrans, melakukan pengawasan hanya terhadap perusahaan-perusahaan besar.

“Seharusnya di perusahaan-perusahaan kecil juga dilakukan pengawasan bahkan saat ini pengawasan di perusahaan-perusahaan kecil ini diutamakan,” kata dia.

Oleh karena itu, Payaman meminta Muhaimin Iskandar agar terus melakukan pembinaan untuk dinas-dinas tenaga kerja di tingkat kabupaten dan provinsi agar kasus seperti di Tangerang tidak kembali terulang.

“Itu kasus yang memalukan dan menampar semua pihak, terutama Kemnakertrans sendiri,” kata dia.

Payaman mengatakan, seharusnya, baik di Dinas Tenaga Kerja Kabupaten, Provinsi maupun di Kemnakertrans harus mempunyai data semua perusahaan baik industri besar maupun kecil seperti home industri.

“Kalau semuanya ada data maka pengawasannya pun gampang,” kata dia.

Hal penting juga yang perlu diperhatikan, kata Payaman, adalah baik di perusahaan kecil maupun besar adalah menjalankan kesehatan dan keselamatan kerja (k3). “Di perusahaan-perusahaan kecil biasanya mengabaikan K3 ini,” kata dia.

Sebelumnya Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Tenaga Kerja Benny Soetrisno, mengatakan, Kadin menyesalkan praktik perbudakan terhadap buruh yang masih terjadi menyusul adanya kasus penyekapan buruh seperti terjadi di Lebak Wangi, Tangerang itu.

“Seharusnya hal-hal seperti itu sudah tidak terjadi, karena sudah seharusnya industri kecil atau pun besar menghormati hak-hak asasi manusia terhadap pekerja,” kata Benny.

Menurut Benny, pihak terkait seperti pemerintah, dan tidak terkecuali masyarakat seharusnya lebih meningkatkan pengawasan terhadap kemungkinan terjadinya penyekapan buruh.

Benny meminta pemerintah harus lebih memperhatikan kasus-kasus seperti ini agar tidak terulang lagi. “Kami harapkan kasus ini tidak serta-merta menciderai dunia usaha yang terus berupaya berbenah dalam perbaikan hubungan industrial,” ujar Benny.

Selain itu, menurut dia, aparat hukum harus bertindak tegas dengan menjatuhkan sanksi kepada pengusaha “nakal” yang melakukan praktik-praktik perbudakan dan memperlakukan pekerjanya secara tidak manusiawi.

“Pengusaha seperti itu harus ditindak tegas dengan hukuman yang setimpal sesuai Undang-undang yang berlaku, dan kami benar-benar mengutuk tindakan tak manusiawi seperti itu,” tegas Benny. [E-8]
Berdasarkan kasus diatas dapat disimpulkan bahwa, pentingnya komunikasi yang baik antara pekerja dengan pengusaha. Sebagai seorang pengusaha mereka harus memenuhi kewajiban para pekerjanya agar tidak terjadi perselisihan. Karena para pekerja sudah berusaha menjalankan kewajibannya untuk bekerja memenuhi kebutuhan perusahaan tersebut. Maka perusahaan juga berkewajiban memberikan upah dan tunjangan kepada pekerja dan berlaku adil dan bijaksana untuk  tidak mempermainkan rakyat kecil.

ANALISIS :
Buruh adalah tulang punggung sektor swasta, yang banyak memberikan sumbangsih terbesar dalam pergerakan roda ekonomi Indonesia. Tetapi Buruh, masih dianggap sepele atau masih dianggap masih seperti budak-budak dizaman kolonial Belanda. Cukup dibayar maka pekerjaan selesai. Adu nasib diantara hari karena nasib buruh ini akan diperjuangkan bertepatan dengan hari lahirnya. Tonggak meningkatkan taraf hidup dengan sistem pengupahan minimum regional masih banyak yang belum diterapkan, termasuk disektor jasa atau pelayanan.Mereka digaji hanya berdasarkan suka-suka kantong tuannya.

Penyelesaian konflik antar buruh dengan majikan berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial :
a.  bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan perlu diwujudkan secara optimal sesuai dengan nilai-nilai Pancasila; 
b. bahwa dalam era industrialisasi, masalah perselisihan hubungan industrial menjadi semakin meningkat dan kompleks, sehingga diperlukan institusi dan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang cepat, tepat, adil, dan murah;          
c.   bahwa Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta sudah tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat;      
d.  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf a, b, dan c perlu ditetapkan undang-undang yang mengatur tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;


Terhadap hal tersebut disebutkan dalam UU Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial bahwa perselisihan hubungan industrial ini dimungkinkan untuk dapat diselesaikan melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Berikut di bawah ini penjelasan lebih lanjut mengenai mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dapat dilakukan:
  1. Penyelesaian melalui perundingan bipartit, yaitu perundingan dua pihak antara pengusaha atau gabungan pengusaha dan buruh atau serikat buruh. Bila dalam perundingan bipartit mencapai kata sepakat mengenai penyelesaiannya maka para pihak membuat perjanjian bersama yang kemudian didaftarkan pada Pengadilan Hubungan Industrial setempat, namun apabila dalam perundingan tidak mencapai kata sepakat, maka salah satu pihak mendaftarkan kepada pejabat Dinas Tenaga Kerja setempat yang kemudian para pihak yang berselisih akan ditawarkan untuk menyelesaikan perselisihan tersebut melalui jalan mediasi, konsiliasi atau arbitrase;
  2. Penyelesaian melalui mediasi, yaitu penyelesaian melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral dari pihak Depnaker, yang antara lain mengenai perselisihan hak, kepentingan, PHK dan perselisihan antar serikat buruh dalam satu perusahaan. Dalam mediasi bilamana para pihak sepakat maka akan dibuat perjanjian bersama yang kemudian akan didaftarkan di pengadilan hubungan industrial, namun bilamana tidak ditemukan kata sepakat maka mediator akan mengeluarkan anjuran secara tertulis, bila anjuran diterima maka para pihak mendaftarkan anjuran tersebut ke Pengadilan Hubungan Industrial, dan apabila para pihak atau salah satu pihak menolak anjuran maka pihak yang menolak dapat mengajukan tuntutan kepada pihak yang lain melalui pengadilan yang sama;
  3. Penyelesaian melalui konsiliasi, yaitu penyelesaian melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang konsiliator (yang dalam ketentuan undang-undang PHI adalah pegawai perantara swasta bukan dari Depnaker sebagaimana mediasi) dalam menyelesaikan perselisihan kepentingan, Pemutusan Hubungan Kerja dan perselisihan antar serikat buruh dalam satu perusahaan. Dalam hal terjadi kesepakatan maka akan dituangkan kedalam perjanjian bersama dan akan didaftarkan ke pengadilan terkait, namun bila tidak ada kata sepakat maka akan diberi anjuran yang boleh diterima ataupun ditolak, dan terhadap penolakan dari para pihak ataupun salah satu pihak maka dapat diajukan tuntutan kepada pihak lain melalui pengadilan hubungan industrial;
  4. Penyelesaian melalui arbitrase, yaitu penyelesaian perselisihan di luar pengadilan hubungan industrial atas perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat buruh dalam suatu perusahaan yang dapat ditempuh melalui kesepakatan tertulis yang berisi bahwa para pihak sepakat untuk menyerahkan perselisihan kepada para arbiter. Keputusan arbitrase merupakan keputusan final dan mengikat para pihak yang berselisih, dan para arbiter tersebut dipilih sendiri oleh para pihak yang berselisih dari daftar yang ditetapkan oleh menteri;
  5. Penyelesaian melalui pengadilan hubungan industrial, yaitu penyelesaian perselisihan melalui pengadilan yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri berdasarkan hukum acara perdata. Pengadilan hubungan industrial merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir terkait perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat buruh, namun tidah terhadap perselisihan hak dan pemutusan hubungan kerja karena masih diperbolehkan upaya hukum ketingkat kasasi bagi para pihak yang tidak puas atas keputusan PHI, serta peninjauan kembali ke Mahkamah Agung bilamana terdapat bukti-bukti baru yang ditemukan oleh salah satu pihak yang berselisih.


SUDUT PANDANG PEMERINTAH DALAM MENGATASI MASALAH TENAGA KERJA DI INDONESIA :

1.      Meningkatkan mutu tenaga kerja
Pemerintah dalam rangka meningkatkan mutu tenaga kerja dengan cara memberikan pelatihan-pelatihan bagi tenaga kerja. Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kemampuan dan produktivitas tenaga kerja. Dengan adanya pelatihan kerja diharapkan dapat meningkatkan kualitas tenaga kerja sehingga mampu bersaing dengan tenaga kerja luar negeri.
2.      Memperluas kesempatan kerja
Pemerintah berupaya untuk memperluas kesempatan kerja dengan cara berikut ini, mendirikan industri atau pabrik yang bersifat padat karya, mendorong usaha-usaha kecil menengah, mengintensifkan pekerjaan di daerah pedesaan, meningkatkan investasi (penanaman modal) asing.
3.      Memperluas pemerataan lapangan kerja
Pemerintah mengoptimalkan informasi pemberitahuan lowongan kerja kepada para pencari kerja melalui pasar kerja. Dengan cara ini diharapkan pencari kerja mudah mendapatkan informasi lowongan pekerjaan.
4.      Memperbaiki sistem pengupahan
Pemerintah harus memerhatikan penghasilan yang layak bagi pekerja. Untuk itu pemerintah menetapkan upah minimum regional (UMR). Dengan penetapan upah minimum berarti pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum yang ditetapkan.


SUDUT PANDANG PERUSAHAAN DALAM KESEJAHTERAAN PEKERJA :

Disatu sisi pun Perusahaan swasta juga harus pro aktif dalam kesejahteraan buruh dengan menjadikan pekerja sebagai nilai asset yang tak ternilai tetapi terjamin. Karena dengan menjadikan karyawan sebagai nilai investasi maka harmonisasi suasana kerja, suasana perusahaan akan terjamin dengan tidak keluar masuknya pekerja diperusahaan tersebut. Penerapan system outsourching punharus dilaksanakan sebagaimana mestinya. Tidak serta merta melimpahkan status karyawan maka sistem pengupahan pun telat dilaksanakan, lembur tak terbayarkan serta kesehatan pun tak tergantikan. Biar bagaimanapun pekerja adalah asset perusahaan yang sangat berharga dan tak ternilai harganya. Oleh karenanya para pengusaha harus berlaku adil dan bijaksana tidak semena-mena memperlakukan para buruh yang telah bekerja untuk memenuhi kebutuhan perusahaan, dan tepat waktu dalam memberikan upah yang sesuai dan tunjangan serta memberikan fasilitas dan pelayanan yang baik kepada buruh tempat dimana mereka bekerja.

SUDUT PANDANG BURUH :

Buruh juga harus mempunyai itikad baik dalam menyelesaikan konflik yang dilakukan oleh perusahaan yang telah menganggap mereka semena-mena. Dalam melakukan demo buruh harusnya memperhatikan hal-hal yang tidak merugikan orang lain. Karena masyarakat publik merasa dirugikan dan terganggu aktifitasnya akibat adanya demo yang dilakukan para buruh. Buruh juga jangan melakukan demo secara anarkis yang dapat merugikan orang lain bahkan merugikan diri mereka msing-masing.
Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar